Saturday, September 20, 2008

PERDAMAIAN DENGAN SEMUA ORANG (5)



Mulai dengan yang Sederhana



Menjadi pendamai, bukan berarti kita pergi ke Irak untuk memperdamaikan kaum yang bertikai di sana, atau ke Poso di mana konflik masyarakat pernah terjadi begitu hebatnya. Menjadi pendamai dimulai dari tempat di mana kita duduk atau berdiri; dimulai dari tempat di mana Tuhan memberikan perteduhan tiap-tiap hari kepada kita. Kendalanya hanya satu: si AKU. Gengsi kita yang kelewat besar!



Jika di antara Saudara ada yang merasa bahwa anak menjadi laknat dan bukan berkat, baiklah Saudara mengingat bahwa mereka adalah titipan Tuhan. Mereka milik Tuhan yang dipercayakan kepada Saudara. Menyakiti hati mereka, berarti menyakiti hati Tuhan yang menitipkannya kepada Saudara. Kasihilah mereka, rawatlah mereka, jagalah mereka dengan penuh sayang, dan jangan menimbulkan amarah di hati mereka. Bila Saudara pernah merasa punya salah kepada mereka, jangan takut dan merasa gengsi untuk meminta maaf. Itu merupakan pendidikan yang terbaik bagi mereka. Sebelum segala sesuatu terlambat.



Jika di antara Saudara ada yang merasa bahwa orangtua adalah satpam atau polisi Saudara, maukah Saudara meredam ego itu dan cobalah mengerti bahwa mereka mungkin telah salah cara ketika mendidik Saudara. Mereka mendidik sesuai dengan gaya didikan yang diwarisi dari orangtua mereka juga. Mereka mungkin tidak cukup memiliki pengetahuan untuk mendidik anak yang seharusnya. Tetapi yakinlah, apa yang mereka lakukan, sama sekali bukan bermaksud untuk menjerumuskan Saudara ke dalam hal yang buruk. Ampunilah mereka, dan tetaplah berjalan bersama mereka.



Jika di antara Saudara ada yang merasa bahwa mertua Saudara atau menantu Saudara adalah ancaman, oh saya berdoa: supaya sepulang dari tempat ini Saudara berdamai dengan mereka. Oh, mungkin Saudara merasa dia terlalu manja! Dia merongrong saya! Dia terlalu mencampuri urusan keluarga saya! Saya tidak tahan! Ingatlah firman Tuhan, “Hormatilah orangtuamu.” Mereka pun orangtua Saudara. Menantu juga adalah anak Saudara! Jadilah mertua atau menantu yang baik, yang mau mengasihi dengan tulus dan tiada kepura-puraan.



Jika di antara Saudara memiliki pembantu, biarlah Saudara memiliki wibawa di mata pembantu Saudara. Wibawa yang saudara bangun bukan dengan tangan besi, tetapi dengan kasih, keharmonisan antara suami-istri, orangtua-anak, dan perhatian serta kasih kepada mereka. Indikator keberhasilan Saudara adalah bila pembantu dapat berkata, “Jika saya punya keluarga, maka keluarga saya itu harus seperti keluarga bos saya!”



Mengapa kita melakukan ini semua? Karena kekuatan Allah yang memampukan kita untuk menjadi pembawa-pembawa damai! Ya, hanya Allah yang bekerja di dalam Kristus—Dia saja yang memungkinkan untuk kita melakukannya! Kenanglah Kristus! Ingatlah Dia! Dia yang tidak pernah memperhitungkan besar atau kecil dosa dan pelanggaran kita. Di mata Allah, mula-mula yang ada adalah kalimat, “Sebab semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah!” Ya, semua orang telah berdosa. Tidak ada seorang pun yang dapat terluput dari penghukuman itu!



Suatu kali Sir Isaac Newton membuat sebuah percobaan untuk membuktikan gravitasi. Ia mengambil dua buah apel. Yang satu besar, yang satu kecil. Ia naik ke sotoh bangunan bertingkat yang tinggi, lalu secara serempak menjatuhkan dua buah itu. Apa yang terjadi? Keduanya jatuh. Mana yang lebih dahulu? Tidak ada yang jatuh terlebih dahulu. Keduanya jatuh bersamaan.



Tiada dosa besar atau kecil di hadapan Tuhan. Semua orang telah berdosa dan karena itu yang layak untuk manusia terima adalah murka Allah yang menyala-nyala itu! Tetapi Kristus datang untuk umat-Nya; Ia mati untuk umat-Nya; Ia tak memandang mana yang dosanya besar, mana yang dosanya kecil, lalu Ia hanya menebus yang dosanya kecil saja. Ia menebus setiap umat Allah!



Kalau ada seseorang yang layak membalas kejahatan orang lain, orang itu adalah Kristus! Ia disiksa. Ia dipaku. Ia dibunuh oleh kesalahan dan pelanggaran kita. Bukan oleh karena kesalahan-Nya! Tetapi dari mulut-Nya, keluar kata-kata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!” Ia menjadi contoh konkret dari sabda-Nya sendiri, untuk berjalan dua mil kepada kita yang menuntut-Nya berjalan satu mil. Ia menjadi teladan utama dari Pribadi yang memberikan jubah, ketika ada orang yang meminta baju. Ia menjadi aktualisasi dari orang yang memberikan pipi kirinya, kepada orang yang menampar pipi kanannya.



Ah, itu kan karena Yesus adalah Tuhan! Saudara, ingatlah, Ia juga manusia! Ia merasakan sakit. Ia merasakan lapar. Ia merasakan haus. Ia insan yang sejati, sama seperti kita. Ia mau menjadi teladan kita, supaya tak satu pun di antara kita yang berkata, “Tidak ada contoh konkret untuk diriku!” Kristus sudah berjalan di depan kita!



Paulus berkata, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! Saudara, buanglah gosip. Buanglah kedengkian. Buanglah dendam. Gantikan dengan kebaikan. Biarkan kasih Allah mengalir dan bergulung-gulung di hati kita, melindas semua perasaan dan pikiran yang memecah belah persekutuan kita. Jika kita masih menginginkan berkat Tuhan tercurah ke atas kita, marilah kita wujudkan perdamaian, kepada semua orang, dan terutama kepada saudara-saudara seiman. Kecuali jika kita tidak lagi mau berkat Allah turun ke atas kita. Wujudkanlah perdamaian dengan semua orang!



TERPUJILAH ALLAH!



No comments:

Post a Comment