Monday, September 15, 2008

KRISTOLOGI SELAYANG PANDANG (9)



JABATAN DAN KARYA KRISTUS



Karya Kristus dapat dimengerti dalam jabatan yang Ia emban. Sebagai Yang Diurapi, Yesus Sang Mesias memangku jabatan sebagai Nabi, Imam dan Raja. Sebagai seorang Nabi, Ia membawa firman Allah yang murni dan sejati. Sebagai seorang Imam, Ia mempersembahkan kurban (dan Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri), dan menjadi Juru Syafaat bagi umat-Nya. Sebagai Raja, Ia memerintah segala sesuatu dengan kuasa-Nya yang dahsyat.[1]



A. Nabi



Kristus adalah nabi yang terbesar. Ia bahkan lebih dari seorang nabi. Para nabi adalah pembawa kata-kata Allah. Firman Allah yang melekat di mulut seorang nabi harus diberitakan dengan setia (Ul. 18:15-22; Yer. 1:9-10). Firman itu berkuasa, seolah-olah diucapkan secara langsung dari surga.



Yesus adalah Firman Allah sendiri. Yohanes 1:1 menyatakan, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.” Di ayat 14 kita ketahui bahwa Firman itu adalah Yesus.



Dengan demikian, ketika Kristus memulai pelayanan pengajaran-Nya, orang-orang terkagum-kagum dengan otoritas yang dimiliki-Nya, tidak seperti para pengajar Yahudi lainnya (Mat. 7:28-29). Ia menyatakan Firman Allah dengan benar (Yoh. 1:18; 15:15); Ia menolak setiap distorsi dan kompromi dari tradisi-tradisi Yudaisme.



Lebih jauh lagi, Ia mengajarkan bahwa firman-Nya itu merupakan dasar kehidupan (Mat. 7:21-27). Petrus mengenal hal ini ketika ia berkata, “Jawab Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal” (Yoh. 6:68). Adalah oleh karena firman anugerah-Nya itu, Ia membangun kita (Kis. 20:32). Dan kata-kata Yesus akan menghakimi setiap kita pada akhir zaman (Yoh. 12:48).



Yesus mengatakan firman-Nya ini tidak hanya pada waktu Ia melayani di atas bumi. Seluruh PL adalah firman-Nya, “Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat” (Why. 19:10). Ia mengajar setiap murid-Nya setiap ditil isi Taurat, kitab para nabi dan tulisan-tulisan di PL—semuanya ini adalah tentang Dia. Maka, seluruh Alkitab tidak hanya Firman Allah tetapi juga firman Yesus. Adalah oleh Injil-Nya, janji-janji-Nya, serta oleh firman-Nya, kita diselamatkan.



B. Imam



Yesus juga adalah Sang Imam Besar. Kita dapat merangkum karya-Nya sebagai seorang imam dalam dua kategori: pengurbanan-Nya dan syafaat-Nya.



Pengurbanan



Secara teologis, pengurbanan Kristus disebut sebagai “pendamaian.”[2] Pengurbanan Kristus menggenapkan kurban PL yaitu lembu, domba, kambing, burung dara, tepung gandum, anggur, minyak dan lain-lain. Di PL, Allah menggunakan kurban-kurban itu untuk mengajar umat apa yang kelak akan dikerjakan oleh Sang Mesias.



Pertama, kurban hewan haruslah sempurna, tak bercacat, tak bercela (Kel. 12:5; 29:1; Im. 1:3, dll.). Orang Israel tidak boleh membawa persembahan kepada Allah sesuatu yang murahan dan tak berharga. Ia harus memberikan sesuatu yang sangat bernilai tinggi, sesuatu yang sempurna, seuatu yang sebenarnya dapat disimpan untuk diri sendiri. Sama halnya, Yesus mempersembahkan diri-Nya sebagai Anak Domba yang tak berdosa. Bagaimana mungkin kurban Yesus tak bernoda? Yesus tidak mengenal dosa. Sahabat bahkan musuh-Nya tak dapat menemukan setitik saja kesalahan-Nya. Ia mengasihi secara total (Yoh. 15:3-4; 1Yoh. 3:16). Bahkan setan-setan pun mengenal Dia sebagai “Yang Kudus dari Allah” (Luk. 1:35; 4:34; Kis. 3;14; 7:52).



Para teolog menyebut kehidupan Kristus yang sempurna itu sebagai kepatuhan aktif. Ketika kita percaya di dalam Kristus, Allah memperhitungkan kita sebagai orang benar di dalam Kristus. Allah memberikan (imputes) ke dalam kita kepatuhan Kristus; sehingga Ia memandang kita, menilai kita, memperhitungkan kita sebagai benar dan kudus, seperti Yesus. Paulus memberi tahu kita di dalam 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Allah mengalihkan dosa kita kepada Kristus dan mengalihkan kebenaran Kristus kepada kita. Allah menghakimi dosa kita di dalam Kristus, dan Ia memandang kita sebagai orang benar di dalam Kristus.[3]



Kematian Yesus di kayu salib disebut kepatuhan pasif.[4] Ia adalah Imam Besar yang memberikan kurban. Ia menyerahkan nyawa-Nya, seperti yang Ia katakan sendiri di Yohanes 10:18, “Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.”



Kepatuhan pasif Kristus adalah kurban pendamaian. Kurban itu mengerjakan beberapa hal. Pertama, expiation. Ini berarti bahwa Kristus menanggung dosa kita, memikulnya sendiri dan menjauhkannya dari kita (Yes. 53:6, 12; Yoh. 1:29; Ibr. 9:28; 1Ptr. 2:24). Di dalam 2 Korintus 5:21, Ia dibuat menjadi “dosa” demi kita. Ialah substitusi kita. Ia yang menggantikan posisi kita. Dengan demikian, Ia menanggung seluruh hukuman yang Allah tanggungkan, dan hukuman itu adalah kematian. Dengan expiation itu, Yesus menghapus noda dan dosa kita. Kita tidak lagi takut untuk datang ke hadirat Allah. Allah mengampuni dosa-dosa kita sepenuhnya, dan dijauhkan-Nya setiap pelanggaran kita seperti jauhnya timur dari barat.



Kedua, propitiation. Ini berarti bahwa Kristus menanggung murka dan kegeraman amarah Allah yang disebabkan dosa-dosa kita (Rm. 3:35; Ibr. 2:17; 1Yoh. 2:2; 4:10). Dengan cara yang rahasia, Ia bahkan terasing dari Bapa-Nya ketika Ia menanggung dosa di atas salib (Mat. 27:46, mengutip Mazmur 22:2).[5] Allah murka kepada orang-orang durhaka, dan di datas salib, amarah-Nya telah dijauhkan dari umat-Nya.



Ketiga, reconciliation. Oleh sebab kita sekarang telah menjadi benar dalam pandangan Allah (expiation) dan Ia tidak lagi murka terhadap kita (propitiation), kita sekarang ini diperdamaikan; kita tidak lagi menjadi musuh Allah (2Kor. 5:18-19).[6] Dalam keberdosaannya, manusia telah menjadi musuh Allah, dan sebaliknya. Di dalam Kristus, Allah mengumpulkan kita kembali, sehingga kita dapat hidup bersama dengan Allah di dalam perekutuan yang mulia selama-lamanya. Kita menantikan persekutuan itu di dalam Perjamuan Kudus, di mana kita memiliki persekutuan dengan Allah.



Keempat, redemption. Penebusan berarti “membayar dengan uang tebusan.” Di PL, ketika seseorang menjual milik pusakanya, bahkan ketika utang melilit dirinya sehingga ia harus menjual diri dan menjadi budak, seorang sanaknya dapat membeli milik pusaka itu atau menebus kemerdekaan orang itu. Sanak ini disebut sebagai “penebus kerabat” (kinsman redeemer), seperti yang dijabarkan di Imamat 25.[7] Di Markus 10:45, Yesus berkata bahwa Ia telah menjadi “tebusan bagi banyak orang,” yang membeli kembali milik pusaka Allah yang telah hilang. Kurban-Nya di atas salib merupakan tindakan dengan akibat besar. Ia menebus suatu umat untuk menjadi milik kesayangan-Nya. Sungguh, kita adalah milik Allah, baik pada masa penciptaan, maupun pada penebusan.



Konsep-konsep Pengurbanan yang Keliru



Pertama, Origenes di abad ke-3, mengambil Markus 10:45 dan mengatakan bahwa Kristus membayar tebusan kepada Iblis. Pandangan ini diikuti oleh C. S. Lewis. Ide ini tidak mempunyai dukungan alkitabiah. Iblis tidak memiliki hak atas kita. Adalah Allah saja yang kepada-Nya Yesus membayarkan tebusan kita.



Kedua, pemikir Abad Pertengahan Petrus Abelardus, beserta para teolog Liberal pada era Modern¸ mengatakan bahwa pendamaian Kristus bukanlah kurban penebusan, tetapi suatu teladan moral. Dalam pandangan ini, Yesus mati di kayu salib agar kita meniru tindakan-Nya. Pandangan ini berbahaya sekali. Sebab jika Kristus hanya meninggalkan teladan moral kepada kita, maka Ia sedang menganjurkan tindakan untuk bunuh diri. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Ia menyerahkan hidup-Nya bagi manusia, agar mereka mendapatkan hidup. Hati-hati, kita tidak dapat meniru apa yang Kristus lakukan. Ia menjauhkan penghukuman Allah dari kita. Masing-masing kita tidak pernah dapat melakukannya untuk orang lain.



Ketiga, pandangan pemerintahan dari Grotius dan sejumlah pemikir lain. Pandangan ini mengajarkan bahwa Allah mengampuni dosa kita tanpa perlu kurban penebusan. Tetapi untuk menarik perhatian kita tentang betapa seriusnya dan teguhnya hukum Allah, Ia menyerahkan Anak-Nya untuk dibunuh. Pandangan ini jelas tidak alkitabiah sebab: (1) Alkitab mengajarkan bahwa penebusan mutlak diperlukan agar kita menerima pengampunan (Ibr. 9:22); (2) Allah mendemonstrasikan kekudusan hukum-Nya dengan mengurbankan seorang manusia yang tiada bercela. Oleh karena itu, jika Kristus bukan substitusi bagi kita, niscaya kematian-Nya merupakan tindakan ketidakadilan Allah, bukan keadilan-Nya.



Syafaat



Ibrani 4: 15 menyatakan, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Lalu di 7:25, “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.” Roma 8:34 juga penting, “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?”



Kita melihat bahwa kemanusiaan Kristus penting untuk menjadi Pengantara kita. Natur-Nya sebagai manusia membuat-Nya mampu untuk bersimpati dan berempati dengan kita, untuk merasakan perasaan-perasaan kita, untuk mengambil kesengsaraan kita. Ia pun telah mengalami pencobaan.



Apa yang sekarang ini dilakukan oleh Kristus yang telah bangkit? Ia menjadi Jurusyafaat kita di sebelah kanan Allah Bapa yang di surga. Ia memikirkan kita, Ia menyampaikan setiap kebutuhan kita untuk menjadi perhatian Bapa. Kita pun tahu bahwa Alkitab menyatakan bahwa Roh Kudus juga menjadi Jurusyafaat kita. Dua Pribadi ini bertindak secara harmonis untuk membawa setiap doa dan keluhan orang beriman di hadapan takhta anugerah Allah. Sang Bapa dengan segenap hati mendengarkan syafaat dari Sang Putra dan Sang Roh Kudus. Kita tahu, Allah Bapa tidak menahan-nahan kebaikan-Nya bagi kita. Seluruh Pribadi Trinitas ada di pihak kita. Allah sehati dan sepikir dengan kita, dan jika Allah ada di pihak kita, siapakah yang menjadi lawa kita?



C. Raja



Yesus juga adalah Raja di atas segala raja. Ia Tuhan atas segala tuan. Raja sangat dekat dengan Tuhan di dalam Alkitab. Kita tahu bahwa Kristus adalah Tuhan, Dialah kepala perjanjian. Ia menjadi Raja atas segenap alam semesta. Ia turut mencipta (Yoh. 1:3; Kol. 1:16), menyelenggara (Kol. 1:17; Ibr. 1:3), serta melakukan mukjizat.



Secara spesifik, Yesus merupakan keturunan raja Daud. Ia sekaligus adalah Anak Daud, tetapi juga Tuhan Daud (Mat. 22:42; Mzm. 110). Meskipun Ia adalah Raja, Ia mendemonstrasikan kemerajaan-Nya khususnya pada masa Ia dibangkitkan. Paulus memberitahu kita bahwa Yesus “menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 1:4).



Kebangkitan merupakan kemenangan-Nya atas maut dan dosa: maut tidak dapat menguasai-Nya. Umat Allah yang mati dan bangkit besama Yesus, menikmati kehidupan yang baru. Kita hidup seperti Dia. Dasar hidup baru kita adalah kebangkitan Yesus. Maka, Paulus berkata di Kolose 3:1-3



Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.



Apa artinya: yaitu bahwa kebangkitan Kristus yang mulia dalam satu aspek telah menjadi bagian kita. Ini merupakan awal kehidupan baru yang akan kita nikmati ketika Yesus kelak membangkitkan tubuh kita pada akhir zaman.



Rasul Paulus memberitahu kita bahwa kebangkitan Kristus merupakan dasar iman kita (1Kor. 15). Jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, kita masih tetap mati di dalam dosa kita; kita adalah orang-orang yang paling malang (ay. 19).



Kebangkitan Kristus mempunyai otoritas dan kuasa atas seluruh alam semesta (Mat. 28:18-20). Ketika Ia kembali, setiap mata akan memandang-Nya dan bertelut di hadapan-Nya sebagai Raja yang benar atas seluruh dunia (1Tes. 4:16-17; Why. 1:7). Pada hari itu, kata-kata-Nya akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati (Yoh. 12:48). Maka, Dialah saja yang menjadi objek sesembahan dan pujian kita (Yoh. 5:23; Why. 5:12).



Jangan pernah lupa bahwa injil adalah kabar baik tentang datangnya seorang Raja. Hal ini jelas dinyatakan di dalam Yesaya, di mana sang nabi memberi kita latar belakang yang penting mengenai “injil” (lih. Yes. 52:7). Di dalam Yesaya 61:1-2, yang dikutip oleh Yesus di sinagoga di Kapernaum, kita mendengar berita injil yang sama:



Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita.



Injil adalah tentang kedatangan Sang Mesias, Yang Diurapi, Sang Raja semesta, dan segala sesuatu yang akan dikerjakan oleh Sang Raja: membebat yang terluka, membebaskan para tawanan, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan.



Injil tidak hanya berisi keselamatan jiwa. Bahkan inti Injil bukanlah itu. Injil adalah tentang Allah dan kedatangan-Nya sebagai Raja. Berita ini bernada politis. Kepada orang-orang Roma, Injil, atau kabar baik, berisi tentang seorang kaisar yang datang untuk bertakhta dengan penuh kuasa. Mereka memproklamirkan kyrios Caesar, “Kaisar adalah Tuhan!” Orang-orang Kristen memberitakan kyrios Iēsous, “Yesus adalah Tuhan.” Itulah sebabnya, mengapa penguasa Roma menjadi geram. Jelas sekali, mereka merasa bahwa Yesus adalah saingan mereka. Tetapi mereka salah. Yesus bukanlah tandingan mereka. Yesus jauh lebih tinggi daripada mereka. Kristus sang Raja Agung memiliki klaim kedaulatan di atas mereka.



Jangan pernah lupa bahwa Yesus adalah Tuhan dan Raja dari segala sesuatu. Ia tidak mungkin akan mengurangi kemutlakan posisi ini. Ia menuntut supaya kita melakukan segala sesuatu demi kemuliaan-Nya saja. Ya, segala sesuatu harus selaras dan sesuai dengan kehendak-Nya. Injil-Nya berisi hukum. Tetapi hukum itu memerdekakan. Dalam pelayanan bagi Sang Raja itulah, kita merasakan kemerdekaan yang menakjubkan. Mempercayai Raja Agung Yesus berarti mempercayai seorang Imam Besar yang menganugerahkan pengampunan total serta syafaat yang terus-menerus dari pihak Allah. Dan mempercayai Sang Raja Agung Yesus berarti mempercayai seorang Nabi yang setiap firman-Nya adalah kebenaran dan setiap kata-kata-Nya mengandung pengharapan yang pasti!




[1]Ketiga jabatan Kristus ini mendapat aksentuasinya dalam pandangan Yohanes Calvin, pembaru gereja dari Jenewa, Swiss. Lih. Stephen Edmondson, Calvin Christology (Cambridge: Cambridge University Press, 2004); bdk. pandangan Reformed pasca Calvin, lih. M. S. Horton, Lord and Servant: A Covenant Christology (Louisville: Westminster John Knox, 2005); R. C. Sproul, What is Reformed Theology? (Grand Rapids: Baker, 2005), 79-98.

[2]Dari bahasa Inggris atonement, yang bila dijabarkan berasal dari at-one-ment, suatu hal untuk mempersatukan, untuk membawa manusia menjadi satu. Itulah arti dasar dari pendamaian.

[3]Konsep ini kerap disebut sebagai “imputasi ganda” (double imputation): dosa kita dialihkan kepada Kristus, dan kebenaran Kristus dialihkan kepada kita.

[4]Kata “pasif” nampaknya kurang tepat, sebab Yesus sendiri menyerahkan diri-Nya untuk menjadi kurban. Konsep yang tepat adalah seperti yang dinyatakan dalam bahasa Latin passio, yang artinya “derita” atau “sengsara.”

[5]Sejumlah teolog berupaya menghapus konsep propitiasi ini, sebagai konsep yang sama dengan ekspiasi. Para sarjana ini tidak suka dengan paham Allah yang murka oleh karena dosa. Tetapi upaya ini gagal, oleh karena Allah tetaplah Allah yang menarik garis batas yang jelas antara kejahatan dan kebenaran.

[6]Ada juga teolog yang tidak suka dengan konsep ini. Mereka berpikir Allah yang baik tidak mungkin menjadi seteru manusia jahat. Yang menjadi musuh adalah manusia, bukan Allah. Konsep ini pun jelas-jelas bertentangan dengan Alkitab.

[7]Contoh konkret adalah Boas di Kitab Rut; ia menebus Rut dan ibu mertuanya dari kemelaratan dan menikah dengannya.



No comments:

Post a Comment