Monday, September 15, 2008

KRISTOLOGI SELAYANG PANDANG (6)



A. Puncak Penyataan Allah



Tiga penulis Injil mengetengahkan sisi lain dari catatan penyaliban mereka, untuk menolong pembaca tidak tercekan dalam ketakutan. Lukas menyatakan bahwa salah seorang penjahat itu mengakui kerajaan-Nya dan menerima jaminan untuk mendapatkan satu tempat di Firdaus. Yohanes memberitakan bahwa Yesus menyerahkan Bunda-Nya kepada Yohanes untuk dijaga; Maitus mencatat fenomena-fenomena alam dan supranatural. Tetapi Markus mengetengahkan kisah teriakan Yesus, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” tetapi segera setelah ia mengisahkan wafatnya Yesus, ia menambahkan dua informasi yang membuka suatu pemandangan baru, “Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah” dan kesaksian kepala pasukan, “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk. 15:38, 39).



Tidak ada keterangan apa arti terbelahnya tabir Bait Suci. Kita tidak dapat memastikan apakah Markus mengacu kepada suatu peristiwa historis, bahwa tabir Bait Suci Yerusalem sungguh-sungguh terbelah. Tetapi kalaupun itu terjadi, secara historis betul-betul terjadi, makna figuratif tetap yang lebih penting. Tabir itu adalah tirai yang tergantung menutupi jalan masuk ke bagian yang paling dalam dari Bait Suci, yaitu Ruang Mahakudus, yang memisahkannya dengan ruangan luar yaitu Ruang Kudus. Ruangan Mahakudus adalah ruangan kosong, yang dikhususkan bagi Allah yang tak kelihatan, Tuhan Israel. Hanya seorang imam besar saja, satu tahun sekali, yang boleh memasuki ruangan itu, yaitu pada Hari Pendamaian. Ia mempersembahkan kurban penghapus dosa, pertama-tama untuk dirinya sendiri, kemudian untuk umat Allah. Semua sistem keagamaan ini menunjukkan betapa jauh dan sulitnya memperoleh jalan masuk kepada Allah, sebab Allah berdiam di tempat yang tersembunyi. Tidak sembarang orang dapat masuk ke sana. Tetapi oleh kematian Kristus, kata penginjil Markus, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, dan jalan kepada Allah terbuka lebar sehingga siapa pun boleh datang kepada-Nya. Allah tidak lagi berdiam di dalam kegelapan; ia sungguh-sungguh dinyatakan di dalam kematian Kristus! Dengan demikian, genaplah firman Tuhan, “Tuhan telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di depan mata semua bangsa; maka segala ujung bumi melihat keselamatan yang dari Allah kita” (Yes. 52:10).



Ayub, di masa hidupnya, mengatakan bahwa pewahyuan diri Allah dapat dipandang lewat penciptaan, “Sesungguhnya, semuanya itu hanya ujung-ujung jalan-Nya; betapa lembutnya bisikan yang kita dengar daripada-Nya! Siapa dapat memahami guntur kuasa-Nya?” (Ayb. 26:14), tetapi kini di dalam kematian Kristus, Allah tidak hanya menunjukkan “ujung-ujung jalan-Nya”; hati-Nya dibuka luas! Seruan Kristus bukan bisikan kosong, tetapi “guntur kuasa-Nya” yang bergema dari salib. Gema suara itu menguatkan berita, “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan . . . marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!” (Yes. 25:9).



Tirai yang terbelah, sama pentingnya dengan kata-kata dari kepala pasukan (centurion). Sang kepala pasukan ditugaskan untuk mengatur anak buahnya menjaga para narapidana. Apa yang dimaksud ketika si orang kafir berkata, “sungguh orang ini adalah Anak Allah!”? Kemungkinan besar dia mengakui keilahian Yesus. Sebab istilah Anak Allah bagi orang Roma menunjuk kepada kaisar yang adalah keturunan dari dewa tertinggi.



Di awal pelayanan Yesus, Ia diperkenalkan sebagai “Anakku yang kekasih” oleh Bapa-Nya sendiri (Mrk. 1:11). Dikukuhkan kembali dalam transfigurasi-Nya (Mrk. 9:7). Kini, di akhir hal ini ditegaskan lagi oleh ucapan spontan dari orang yang sama sekali tak terduga, di bawah kaki salib. Adalah di atas kayu salib, di dalam status perendahan, ketidakberdayaan, sengsara dan kematian, Yesus dikenal secara jelas sebagai Anak Allah; ya, di sanalah, Ia menampakkan pewahyuan Allah secara sempurna.



Dalam injilnya, Yohanes mengeksplorasi secara lebih penuh apa implikasi dari identitas Yesus sebagai Putra Allah Bapa. Yohanes berkata, “kita telah melihat kemuliaan-Nya!” (Yoh. 1:14); tetapi kemuliaan Kristus bersinar sangat terang justru pada waktu Yohanes memandang kematian Kristus.



B. Berita Salib



“Salib” sebagai alat penghukuman, tidak boleh disebutkan dalam kebudayaan yang beradab, pada zaman itu. Para pengkhotbah perdana dari gereja mendapatkan hambatan yang cukup besar, ketika mereka membawa berita mengenai salib. Bagi dunia Yunani yang memiliki peradaban tinggi, kata ini kedengaran menjijikkan dan sangat hina. Bagi dunia Romawi, berita itu membuahkan sinisme—orang enggan mendengarkannya. Fakta bahwa Yesus sudah tersalib, oleh karena pengadilan Roma, berarti bahwa Ia telah dinyatakan bersalah, menghasut rakyat. Dan setiap orang yang menjadi pengikutnya dengan sendirinya akan turut bersalah!



Sedangkan bagi masyarakat Yahudi, yang memegang kata-kata Musa bahwa setiap orang yang digantung di atas tiang adalah terkutuk, merupakan suatu kekejian untuk mendengar berita tentang salib. Apalagi menyatakan orang yang tergantung itu sebagai Mesias! Bagi mereka, Mesias Israel adalah berkat ilahi yang datang dengan derajat yang tinggi, sehingga bagaimana mungkin seseorang yang mati dapat disebut sebagai Mesias?



Berita tentang salib, telah menjadi cemoohan di sepanjang zaman. Ada saja alasan bagi seseorang untuk menolak berita itu. Namun para pemberita Injil di gereja perdana, tetap maju dan memberitakannya dengan kesetiaan tinggi. Salah satu pengkhotbah salib yang terkenal pada zaman para rasul, Paulus dari Tarsus, menyatakan bahwa ia tidak mau bermegah dalam apa pun juga, “selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal. 6:14). Deklarasi seperti ini menyentak dunia pada waktu itu, oleh sebab dari mulanya ia adalah seorang yang merasa adalah suatu kemustahilan untuk membayangkan seseorang yang tergantung di atas kayu salib di bawah kutukan Allah dapat diubah menjadi sama seperti para murid pertama Yesus. Namun ia belajar, pertama-tama dari dirinya sendiri dan kemudian dari pengalamannya sebagai seorang pemberita salib kepada orang lain, bahwa pesan Kristus yang tersalib membukakan rahasia kekuatan dan hikmat Allah, dan berita salib terbukti mampu menarik banyak orang untuk datang kepada Kristus, daripada celotehan orang-orang yang mengagung-agungkan hikmat di sekolah-sekolah filsafat Yunani.



Daya keselamatan salib tetap teguh untuk selama-lamanya. Tidak ada satu pun yang dapat menandingi kekuatan Kristus yang tersalib. Banyak orang setuju dengan kata-kata John Bunyan dalam buku Pilgrim’s Progress, “He hath given me rest by his sorrow, and life by his death” (“Ia telah memberiku kelegaan oleh sengsara-Nya, dan kehidupan oleh kematian-Nya.”)



No comments:

Post a Comment