Monday, September 1, 2008

KELEGAAN (1)



KELEGAAN





Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28)





Bayangkan . . .



Orang Jawa dan kebanyakan orang di dunia Timur mengenal nikmatnya bersendawa. Orang Jawa menyebutnya glegeken. Begitu keluar dari warung, ada saja orang yang membunyikan suara yang tak bergramatika itu, sebagai tanda puas dan kenyang. Orang Barat kebanyakan melarang orang bersendawa di muka umum, karena tidak sopan. Tetapi saya yakin, orang Barat pun bersendawa meski tidak kentara. Orang bisa bersendawa, rasanya puas. Bayangkan jika kita tidak dapat bersendawa. Betapa tersiksanya.



Ah, hal yang sama pun terjadi dengan kentut. Kentut itu tanda sehat. Benar sekali, kentut sering ditabukan untuk kedengaran di muka umum, bukan karena bunyinya yang asing, tetapi juga karena seringkali hal yang satu ini disertai bau yang tak sedap, dan menimbulkan polusi udara. Tetapi orang butuh kentut! Siapa pun perlu kentut. Betapa perut akan kembung dan busung bila udara di dalam usus itu tak dapat keluar. Orang yang tidak bisa kentut pasti ada gangguan di perut, dan untuk menyembuhkannya, seorang dokter harus melakukan cara tertentu—yang saya tidak mungkin ceritakan di sini! Berbahagialah kita, yang masih bisa kentut. Dan nikmatilah kentut, sebelum kentut itu dilarang.



Bersendawa dan kentut, merupakan contoh kecil kepuasan yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak tahu mengapa Tuhan menciptakan sendawa dan kentut, tetapi toh kita mengucap syukur untuk dua hal ini. Meski dua hal ini harus diatur dengan baik waktu dan tempat keluarnya, tetapi selama kita mempunyainya, kita perlu terus menerus bersyukur kepada Dia yang menciptakan anatomi kita sedemikian rupa sehingga sendawa dan kentut menjadi bagian hidup tiap hari.



Menyadari beratnya kehidupan yang kita hadapi, saya mengajak pembaca yang budiman untuk bersama-sama merenungkan kata-kata Tuhan Yesus yang menyejukkan hati, “Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Apakah kata-kata ini terucap dari seseorang yang bertindak seperti calo bus di terminal, atau para juru kampanye yang begitu andal untuk menata kata dan menguntai argumentasi sehingga meyakinkan pendengarnya? Marilah kita bersama-sama merenungkan kata-kata Kristus.





Aku



Siapakah yang menjanjikan kelegaan bagi hidup kita? Tuhan Yesus! Ia hadir sebagai Tuhan, bukan yang duduk di angkasa raya sambil memandangi polah tingkah umat manusia. Ia bukan Allah yang nyaman. Ia adalah Anak Allah yang hidup, yang merelakan segala kemegahan dan keagungan itu sebagai milik yang dapat diabaikan, bukan untuk dieksploitasi demi kepentingan diri sendiri.



Menjelang Pemilihan Umum seperti ini, teramat banyak janji-janji yang digembar-gemborkan oleh para pejabat atau mantan pejabat. “Berantas kemiskinan!” atau, “Mari berjuang bersama rakyat!” Ada yang sudah lama mencuri start, sebelum masa kampanye pemilu tiba, dengan mengudara baik di TV-TV swasta atau di siaran radio, dengan janji ini-itu. Tetapi seberapa besarkah mereka ini mengenal penderitaan rakyat? Ke mana-mana mereka dikawal oleh barikade bodyguard yang bertampang sangar-sangar! Hampir-hampir mereka sudah menjadi kaum yang “tak dapat terjamah” (the untouchables). Bagaimana mungkin mereka menjadi wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat?



Adalah gejala yang menarik—dan sebenarnya dalam politik, hal ini tidak sehat—bahwa angka golput di berbagai pemilihan kepala daerah tingkat I mencapai 40%, bahkan ada yang lebih dari 60%! Rakyat telah mulai apatis dengan slogan-slogan kosong dan gegap gempita janji-janji yang hanya seperti geledek di siang bolong. Toh kenyataannya, tidak ada yang berjuang di sisi rakyat. Sebagai orang Kristen, kadang kita diperhadapkan kepada dilema, apakah kita akan menyalurkan suara kita kepada salah satu partai atau calon pemimpin daerah. Sahkah untuk menjadi golput?



Kristus menjadi pemimpin yang lain. Ia bukan saja “turba” (turun ke bawah), tetapi ia “turhi” (turun menjadi yang terhina!). Ia menjadi lebih hina daripada kita. Hanya orang yang pernah merasakan penderitaan, dan tetap mau berjalan bersama dengan orang-orang terhina, merekalah yang tahu apa artinya penderitaan. Ia pernah terluka, karena itu Ia sanggup menyembuhkan. Ia pernah tersayat, karena itu Ia tahu bagaimana menjadi pembebat.



Di manakah kita seharusnya mencari jawaban atas pergumulan hidup? Raja-raja memerintah rakyatnya dengan tangan besi, kata Yesus. Tetapi tidak demikian tatanan di dalam Kerajaan yang Ia beritakan. Yang terbesar harus menjadi yang terkecil (atau termuda), yang disebut pemimpin, justru dialah yang harus melayani. Pemimpin yang mengabdi. Pemimpin yang menghambakan diri. Ia memiliki kualifikasi untuk mengatakan “Aku akan memberi kelegaan kepadamu,” karena Ia adalah Allah yang mengerti betul apa yang kita rasakan. Ia disebut sebagai Immanuel, "Allah beserta kita" karena Ia mau berjalan bersama kita, bahkan Ia tahu tiap-tiap inci luka-luka yang kita punyai.



No comments:

Post a Comment