Sunday, April 27, 2008

GELAR THEOTOKOS BAGI MARIA (1)


“BAPAK ‘KAN PENDETA?”

Saya punya pengalaman yang cukup menarik. Paling tidak untuk saya secara pribadi. Kemarin, Jumat, 25 April 2008 saya pergi ke Semarang. Salah satu “lagu wajib” saya kalau pergi ke Semarang adalah pergi ke toko buku, dan memborong sejumlah buku. Saya pergi ke Toko Buku Kanisius yang terletak di Gereja Katedral Kalisari di Jl. Sugijapranata Semarang, berseberangan dengan Tugu Muda dan Gedung Lawang Sewu.

Setelah beberapa saat melihat-lihat sekeliling ruangan, tiba-tiba ada satu benda yang menawan mata saya. “Ini dia yang saya cari!” Sejumlah Ikon! Sudah beberapa saat ini, saya ingin membeli ikon lagi. Karena belanjaan saya sudah cukup banyak, dan takut bila budget membengkak, saya membawa tiga buah ikon: Theotokos Bogorod, Theotokos Platytera (atau Platythera ton ouranion) dan Christus Pantokrator. Gambar pertama ukurannya cukup besar, bergambar Maria sedang menggendong Yesus (dapat dilihat di blog ini, sidebar berwarna kuning paling bawah, ikon yang paling “rusak”). Ikon kedua Maria yang berdiri dengan dua tangan terangkat dan terbuka dalam posisi doa; sehingga biasanya ikon ini disebut sebagai Bunda Allah Pendoa. Yang Ketiga adalah gambar setengah badan Kristus—tangan kiri membawa Alkitab terbuka dan tangan kanan dalam posisi memberkati dalam tradisi Ortodoks Rusia.

Sesampai di kasir, mas kasir, yang kayaknya seorang Bruder, bertanya kepada saya dengan sopan, “Untuk apa, Pak, ikon-ikon ini?” Sebagai pelanggan tetap toko itu, mas kasir telah mengenal wajah saya yang sering muncul.

Saya menangkap kuriositasnya dan keheranannya! “Untuk Ibadah Taizé dan doa-doa di gereja, Mas.”

“Hmm . . . Bukannya Bapak ini pendeta?” Nah, implikasinya, kok di Protestan ada Taizé dan doa-doa dengan ikon? Inilah yang menjadikannya keheranan.

“Iya . . . betul, Mas,” jawabku santai.

“Biasanya kalau orang Kristen ‘kan anti dengan Maria?” tanya dia.

“Saya belajar sejarah gereja, Mas, dan saya mencoba menghayati sejarah,” jawabku

“Saya tuh punya teman, dia Kristen. Saya tanya pandangannya tentang Maria, dia menolak. Katanya hal ini seperti kecap dan botol. Yesus itu kecap dan Maria adalah botolnya. Kalau kecapnya sudah dapat ‘kan botolnya jadi nggak kepakai lagi.”

“Wah, saya sendiri tidak pandang Maria seperti itu,” jawab saya yang pamungkas sambil membayarkan uang untuk belanjaan itu.

Saya rasa, Anda kini ganti yang bertanya, “Lalu siapakah Maria?” Mengapa saya membeli ikon Maria, dan mengapa dalam berdoa, saya kini membutuhkan ikon? Pertanyaan mengenai ikon tentu tidak dapat dijawab di sini, karena ruang yang cukup luas diperlukan untuk itu. Yang masih menjadi tanda tanya adalah: Siapakah Maria?

Banyak kali, saya mendengar Maria dipandang karikaturnya oleh saudara-saudara saya kaum Protestan, dan khususnya Injili. Pernah saya mem-posting jawaban atas pertanyaan seorang rekan mengenai Katolisisme. Ia masih menyimpan ganjalan mengenai sosok yang demikian ditinggikan di Gereja Katolik Roma. Dan banyak orang pula yang menuduh saudara-saudara Katolik dan Ortodoks memuja-muja Maria, bahwa doktrin yang satu inilah yang membuat syak banyak orang Protestan untuk bersekutu dengan orang Katolik dan Ortodoks.

Bagaimana saya sebagai seorang “pendeta” Protestan dan dari latar belakang Injili memandang Maria? Kalau toh saya melihat seseorang melakukan devosi pribadi di hadapan ikon Maria, apakah berarti hal itu adalah pemujaan terhadap Maria? Harus saya garis bawahi, posisi doktrinal-teologis saya masih kuat. Saya menerima dengan sepenuh hati finalitas karya Kristus! No plus, no minus! Saya percaya kepada Allah Tritunggal Kudus, yang merencanakan, menggenapi dan menerapkan keselamatan; yang mencipta, yang memperdamaikan, dan yang memperbarui wajah ciptaan, dan menuntunnya sampai kepada persekutuan yang kekal bersama Dia. Jadi, Maria itu siapa?

No comments:

Post a Comment